malangnya si pemuda penipu itu

  Di desa Pedagang hiduplah sebuah keluarga sederhana. Keluarga itu terdiri dari satu anak perempuan dan suami istri. Anak itu bernama Ismi, ibunya bernama Bu Sumi, dan bapaknya bernama Pak Samin. Mereka bekerja sebagai peternak sapi dan kambing.  Mereka biasa menjual ternak mereka di pasar.
   Pada suatu hari Ismi meminta agar ibunya segera melunasi uang sekolahnya yang sudah menunggak dua bulan. Dengan lembut Bu Sumi meminta uang pada Pak Samin.
   "Pak, Ismi minta uang untuk membayar sekolahnya.'' Pinta Bu Sumi lembut.
   "Bilang sama Ismi besok saja bayarnya, besok bapak mau menjual sapi yang besar dulu.''
   ''Kenapa tidak yang kecil saja pak?'' Tanya Bu Sumi.''Bukannya tunggakan sekolah baru dua bulan?''
   ''Ya memang. Tapi bapak mau pakai sisanya untuk membeli benih padi. Kalau berhasil lumayan.'' Mendengar kata bapaknya itu Ismi yang berada di belakang ibunya tersenyum.
    Seperti yang dikatakan Pak Samin, ia akan menjual sapi yang besar. Pagi - pagi buta ia sudah berangkat. Maklumlah, rumah Pak Samin jauh dari pasar.
   Pak Samin berjalan dengan penuh besemangat, dibawanya sapi yang paling besar. Di jalan ia di cegat dua pemuda. Pemuda itu berkata,'' Pak saya bayar saja hewan bapak ini, 1500.000,00. Kambing kayagini di pasar enggak laku segitu...''Kata pemuda itu.
   ''Kalian sembarangan saja. Ini sapi,  besar kaya gini kok kambing.
   ''Kalau enggak percaya, dengar ni..''Pemuda itu memegang pantat sapi itu sambi berkata,''embe...k..!"
   ''sudah minggir...!!!'' pak samin tidak menghiraukan mereka.
 Di jalan Pak Samin di cegat oleh dua orang lagi dengan kata yang sama. Tapi Pak Samin tetap berjalan membawa sapinya. Saat akan sampai di pasar Pak Samin di cegat lagi.
   ''Pak biasanya bapak bawa sapi...?'' kata pemuda itu
   ''Memangnya ini apa?'' tanya pak samin heran.
   ''ini kambing pak...???"kata pemuda yang satu meyakinkan.Pak samin semakin heran.
   ''bapak masih enggak percaya? sini saya tunjukin.''kata pemuda itu sambil memegang pantat sapi. dan pemuda satunya berseru,''emmmbeeekkk...''
  '' sudah tiga kali sapiku dikira kambing.mungkin aku salah bawa,'' kata pak samin dalam hati.
   akhirnya Pak Samin menyerahkan sapinya.
 Sesampainya di rumah Pak Samin menghitung sapinya, ternyata tidak ada satu. Dia sekarang yakin kalau dia sudah ditipu. Akhirnya ia menceritakan kejadian itu kepada istrinya. Istrinya mengusulkan agar dia kembali ke pasar lagi.
   Seperti yang diusulkan istrinya, akhirnya Pak Samin pergi ke pasar lagi. Sesampainya di sana Pak Samin membeli tongkat kayu yang diukir. Sebelum mencari pemuda itu Pak Samin menitipkan uang kepada para pedagang. ia juga berkata,''Pak, tolong nanti kalau saya makan di sini jangan diminta uang ya. Dan ini uamgnya.''Sambil menitipkan uang kepada pedagang.''Pak, nanti kalau saya pukul tanah ini pakai toangkat, kamu ambil kembalianku ya?"Sambungnya lagi.Sang pedagang pun mengangguk dengan uang 200 ribu di tangan.
   Kini Pak Samin tinggal mencari pemuda itu. Ia keliling pasar.Akhirnya ia bertemu dengan ke-enam pemuda itu.''Hai, kesini kalian.''Panggil Pak Samin kepada para pemuda itu.
   ''Kami pak?''Tanya pemuda itu ragu - ragu.
   ''Iya..!!Kemarilah kalian...!!!''Jawab Pak Samin meyakinkan.
   Mendengar itu semua para pemuda itu langsung datang mendekat.
   ''Ada apa Pak?''Tanya salah seorang pemuda.
   ''Apa kalian sudah makan?''Tanya Pak Samin.
   ''belum pak. Memangnya ada apa pak?'' tanya pemuda itu tak mengerti.
   ''Ayo ikut bapak makan di warung depan.''mendengar kata Pak Samin, ke-enam pemuda itu lang sung mengangguk, tapi mereka masih heran. Karena orang yang kemarin mereka tipu mengajak mereka makan.
    ''La...di sini ya?''kata pak samin sambil berjalan masuk membawa tongkat yang baru dibelinya untuk mengelabui ke-enam pemuda itu.
    ''Mau beli apa Pak?''kata pedagang itu ramah.
    ''Saya mau beli nasi goreng tiga dibungkus sama es jeruk.''Kata Pak Samin sambil tersenyum.
    ''Kalian pesan apa??''
    "Kita berenam pesan nasi sama bawal tambah es jeruk.''
    ''Ya..,tunggu sebentar."
    Setelah beberapa lama akhirnya pesana pun jadi. Para pemuda itu makan dengan lahapnya. Beberapa menit saja nasi habis dilahap ke - enam pemuda itu.
    ''Wah, Bapak tidak salah memilih warung nasi.''
    ''Rasanya enak sekali.....!!!!''
    ''Ya, sudah biasa. Pelayanan di sini memang selalu memuaskan.''Kata Pak Samin.
    ''Pak, bayarnya??''Tanya pedagang itu berpura-pura.
    Pak Samin langsung menghentakkan tongkat ukirnya.''plok... plok...plok...!!!!"
    ''Sebentar ya Pak.'' kata pedagang sambil masuk ke dalam.
    ''Kok enggak dibayar pak???''
    ''Sudahlah tenang saja.''
    Tak sampai beberapa lama padagang itu datang membawa uang kembalian.
    ''Ini pak kembaliannya.''kata si pedagang sambil menyerahka uang.
    ''Trimakasih ya bu.''kata pak samin sambil tersenyum.
     sambil berjalan salah satu pemuda bertanya,''pak, kok bisa dikasih uang?''
     ''Padahal belum bayar.''
     ''iya pak....???''tambah yang lain.
    ''ini loh. tongkat sakti pemberian orang tuaku dulu. sekali hentak semua langsung tunduk.''jawab pak samin bersemangat.
     ''apa kami boleh membelinya pak???''
    ''tidak. harganya mungkin akan mencapai berjuta - juta!!!!''
     ''10 juta bagaimana?''
    pak samin menggeleng.
    ''15 juta bagaimana pak?''
    pak samin masih menggeleng.
  ''20 juta pak?''
   pak samin mengangguk dan langsung mengambil uang 20 juta di tangan pemuda itu. pak samin pulang dengan hati gembira.
    ''waw...ayo kita coba..???''kata salah satu pemuda.
    ''ayo.''
   akhirnya mereka mencoba tongkat ukir itu. mereka makan makanan yang sangat lezat dan mahal. mereka pikir tongkat itu benar - benar sakti.
   setelah beberapa lama mereka pun selesai makan. sang pelaya ng datang. salah satu pemda itu menghentakkan tongkat. tapi pelayang itu masih berdiri di situ.
   ''ayo bayar...!!!''
   mereka masih mencoba menghentakkan tongkat tapi mereka malah dimarahi oleh pelayan .
  kenapa menipu.....!!!!!
   
  

     































Comments

Popular posts from this blog

pemanasan global

bagaimana menghitung keliling bumi?

ketika kita membakar lilin, kemana perginya?